Oleh : dr. Khaerudin Bakhri
Kabid Pelayanan Medis dan
Keperawatan RSUD Brebes
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai risiko terhadap
terjadinya berbagai bencana alam antara lain Gempa bumi dan
letusan gunung berapi karena terletak dalam rangkaian “Ring Of Fire” serta ada
empat pusat zona aktif gunung berapi yaitu Zona Sunda, Minahasa, Halmahera,
Banda, Risiko terjadinya Tsunami, maupun bencana-bencana jenis lain misalnya kecelakaan massal KA, Bus, Kapal
Laut , termasuk Emerging Infectious Disease. Namun di sisi lain, di bidang pelayanan kesehatan, kita juga harus mengakui bahwa sistem
jejaring pelayanan di fasilitas kesehatan belum terintegrasi secara optimal
yang berakibat masih banyaknya keluhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
khususnya di pelayanan Instalasi Gawat Darurat ( IGD ).
Kesiapan pelayanan Instalasi Gawat Darurat ( IGD ). serta sistem pelayanan Gawat Darurat
terpadu ( SPGDT ) antara Fasilitas kesehatan satu
dengan lainnya, akan memberikan nilai tambah dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan kesehatan, tidak hanya terhadap kasus Gawat Darurat sehari-hari, tetapi juga sekaligus kesiapan bila setiap saat terjadi
bencana di sekitar kita.
Didalam
penulisan ini, penulis hanya akan membatasi pada pengaturan penyelenggaraan
pelayanan gawat darurat, Lingkup kewenangan tenaga kesehatan dalam pelayanan
Gawat Darurat, dan Persetujuan tindakan Medik atau informed consent ( IC ) dalam pelayanan gawat
darurat di Rumah sakit. Untuk di ketahui bahwa
Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek khusus karena
mempertaruhkan kelangsungan hidup seseorang. Oleh karena itu dari segi yuridis
khususnya hukum kesehatan terdapat beberapa pengecualian yang berbeda dengan
keadaan biasa.
A.
Pengaturan Penyelenggaraan
Pelayanan Gawat Darurat
Dalam
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit seperti tertuang dalam Keputusan Menkes
no 129 Tahun 2008 dikatakan bahwa salah
satu dari jenis-jenis Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit ( SPM RS ), adalah Pelayanan Gawat Darurat. Ketentuan tentang
pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam pasal
51 UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran dimana seorang dokter wajib
melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan.
Selanjunya
dalam UUNo.44/2009 Tentang Rumah Sakit
disebutkan istilah gawat darurat adalah : Keadaan klinis pasien yang
membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan
lebih lanjut. Dalam UUNo.44/2009 Tentang Rumah Sakit pasal 45 ayat 2 disebutkan bahwa Rumah
Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia , serta Rumah sakit harus memberikan pelayanan
gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya (pasal 9 ayat
lc). Tentunya upaya ini menyangkut pelayanan gawat darurat, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta).
Rumah Sakit
di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat
24jam sehari seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988
tentang Rumah Sakit, dimana dalam pasal 23 telah disebutkan kewajiban
rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per
hari.
Dalam
pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai
persyaratan pemberian pelayanan. Hal tersebut
juga diatur dalam UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 32 ayat 1 dikatakan bahwa dalam keadaan
darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta wajib
memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan
kecacatan terlebih dahulu , kemudian
dikatakan pula bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas kesehatan pemerintah
maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka (pasal 32 ayat
2). Hal ini sejalan dengan
pasal 3 KODERSI yang berbunyi Rumah Sakit harus mengutamakan pelayanan yang
baik dan bermutu secara berkesinambungan serta tidak mendahulukan urusan biaya.
B.
Lingkup Kewenangan Tenaga Kesehatan
dalam Pelayanan Gawat Darurat
Hal yang perlu dikemukakan adalah
pengertian tenaga kesehatan yang berkaitan dengan lingkup kewenangan dalam penanganan keadaan gawat darurat. Pengertian
tenaga kesehatan diatur dalam pasal 1
butir 6 UU No.36/2009 tentang Kesehatan
sebagai berikut : “tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan”. Melihat ketentuan tersebut nampak bahwa
profesi kesehatan memerlukan kompetensi tertentu dan kewenangan khusus karena
tindakan yang dilakukan mengandung risiko yang tidak kecil.
Ketentuan tersebut dimaksudkan
untuk melindungi masyarakat dari tindakan seseorang yang tidak mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengobatan/perawatan, sehingga akubat
yang dapat merugikan atau membahayakan terhadap kesehatan pasien dapat
dihindari, khususnya tindakan medis yang mengandung risiko. Dalam UU
praktek Kedokteran no 29 tahun 2004 pasal 36 dikatakan bahwa setiap
dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat ijin praktik. Dalam keadaan darurat maka ketentuan Surat Ijin
Praktek diatur dalam Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia yang berbunyi “Dalam
Keadaan darurat dokter harus memberikan pertolongan sesuai sarana dan prasarana
yang ada. Keadaan ini membebaskan kewajiban bagi dokter untuk memiliki Surat
Ijin Praktik(SIP).
C.
Persetujuan Tindakan Medik
atau Informed Consent dalam Pelayanan Gawat Darurat
Persetujuan Tindakan Kedokteran
(Informed Consent) adalah proses komunikasi antara pasien dan dokter, dimulai
dari pemberian informasi kepada pasien tentang segala sesuatu mengenai penyakit
dan tindakan medis yang akan dilakukan, pasien memahaminya, dan memutuskan
persetujuan. Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien
(Informed Consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU
No.44/2009 tentang Rumah sakit pasal 37 ayat 2 yang berbunyi “setiap
tindakan kedokteran di Rumah sakit harus mendapat persetujuan pasien atau
keluarganya”. Dan Peraturan MenKes no
290/MenKes/PER/III tahun 2008 tentang persetujuan tindakan Kedokteran , pasal 2
ayat 1”. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien
harus mendapat persetujuan”. Kemudian diatur pula dalam pasal 4 bahwa “ Dalam
keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien / atau mencegah kecacatan
tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran”. Dalam proses komunikasi
Dokter-Pasien dalam hal penjelasan medis perlu diperhatikan aspek etik dan
aspek hukum sehingga tercapai komunikasi yang efektif dalam hubungan
Dokter-Pasien
0 komentar:
Posting Komentar