Komentar anda sangat berharga bagi kami.. ViShare Membagi dengan Hati

Rabu, 29 Agustus 2012

Kegawat Daruratan di Rumah Sakit


Oleh : dr. Khaerudin Bakhri
Kabid Pelayanan Medis dan Keperawatan  RSUD Brebes


Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai risiko terhadap terjadinya berbagai bencana alam antara lain Gempa bumi dan letusan gunung berapi karena terletak dalam rangkaian “Ring Of Fire” serta ada empat pusat zona aktif gunung berapi yaitu Zona Sunda, Minahasa, Halmahera, Banda, Risiko terjadinya Tsunami, maupun bencana-bencana jenis lain misalnya kecelakaan massal KA, Bus, Kapal Laut , termasuk Emerging Infectious Disease. Namun di sisi lain, di bidang pelayanan kesehatan, kita juga harus mengakui bahwa sistem jejaring pelayanan di fasilitas kesehatan belum terintegrasi secara optimal yang berakibat masih banyaknya keluhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan khususnya di pelayanan Instalasi Gawat Darurat ( IGD ).
Kesiapan pelayanan Instalasi Gawat Darurat ( IGD ). serta sistem pelayanan Gawat Darurat  terpadu ( SPGDT )  antara Fasilitas kesehatan satu dengan lainnya, akan memberikan nilai tambah dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan, tidak hanya terhadap kasus Gawat Darurat  sehari-hari, tetapi juga sekaligus kesiapan bila setiap saat terjadi bencana di sekitar kita.
            Didalam penulisan ini, penulis hanya akan membatasi pada pengaturan penyelenggaraan pelayanan gawat darurat, Lingkup kewenangan tenaga kesehatan dalam pelayanan Gawat Darurat, dan Persetujuan tindakan Medik atau  informed consent ( IC ) dalam pelayanan gawat darurat di Rumah sakit. Untuk di ketahui bahwa  Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek khusus karena mempertaruhkan kelangsungan hidup seseorang. Oleh karena itu dari segi yuridis khususnya hukum kesehatan terdapat beberapa pengecualian yang berbeda dengan keadaan biasa.

A.     Pengaturan Penyelenggaraan Pelayanan Gawat Darurat

Dalam Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit seperti tertuang dalam Keputusan Menkes no  129 Tahun 2008 dikatakan bahwa salah satu dari jenis-jenis Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit  ( SPM RS ), adalah Pelayanan Gawat Darurat. Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam pasal 51 UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran dimana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan.
Selanjunya dalam  UUNo.44/2009 Tentang Rumah Sakit disebutkan istilah gawat darurat adalah : Keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Dalam UUNo.44/2009 Tentang Rumah Sakit  pasal 45 ayat 2  disebutkan bahwa Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia , serta Rumah sakit harus memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya (pasal 9 ayat lc). Tentunya upaya ini menyangkut pelayanan gawat darurat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta).
Rumah Sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24jam sehari seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit, dimana dalam pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari.
Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian pelayanan. Hal tersebut juga diatur dalam UU no 36 tahun 2009  tentang kesehatan pasal 32 ayat 1 dikatakan bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu , kemudian dikatakan pula bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka (pasal 32 ayat 2). Hal ini sejalan dengan pasal 3 KODERSI yang berbunyi Rumah Sakit harus mengutamakan pelayanan yang baik dan bermutu secara berkesinambungan serta tidak mendahulukan urusan biaya.

B.      Lingkup Kewenangan Tenaga Kesehatan dalam Pelayanan Gawat Darurat

Hal yang perlu dikemukakan adalah pengertian tenaga kesehatan yang berkaitan dengan lingkup kewenangan dalam penanganan keadaan gawat darurat. Pengertian tenaga kesehatan diatur dalam pasal 1 butir 6 UU No.36/2009 tentang Kesehatan sebagai berikut : “tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”. Melihat ketentuan tersebut nampak bahwa profesi kesehatan memerlukan kompetensi tertentu dan kewenangan khusus karena tindakan yang dilakukan mengandung risiko yang tidak kecil.
Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari tindakan seseorang yang tidak mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengobatan/perawatan, sehingga akubat yang dapat merugikan atau membahayakan terhadap kesehatan pasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis yang mengandung risiko. Dalam UU praktek Kedokteran no 29 tahun 2004 pasal 36 dikatakan bahwa setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat ijin praktik. Dalam keadaan darurat maka ketentuan Surat Ijin Praktek diatur dalam Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia yang berbunyi “Dalam Keadaan darurat dokter harus memberikan pertolongan sesuai sarana dan prasarana yang ada. Keadaan ini membebaskan kewajiban bagi dokter untuk memiliki Surat Ijin Praktik(SIP).

C.      Persetujuan Tindakan Medik atau Informed Consent dalam Pelayanan Gawat Darurat

Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent) adalah proses komunikasi antara pasien dan dokter, dimulai dari pemberian informasi kepada pasien tentang segala sesuatu mengenai penyakit dan tindakan medis yang akan dilakukan, pasien memahaminya, dan memutuskan persetujuan. Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (Informed Consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.44/2009 tentang Rumah sakit pasal 37 ayat 2 yang berbunyi “setiap tindakan kedokteran di Rumah sakit harus mendapat persetujuan pasien atau keluarganya”. Dan Peraturan MenKes no 290/MenKes/PER/III tahun 2008 tentang persetujuan tindakan Kedokteran , pasal 2 ayat 1”. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan”. Kemudian diatur pula dalam pasal 4 bahwa “ Dalam keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien / atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran”. Dalam proses komunikasi Dokter-Pasien dalam hal penjelasan medis perlu diperhatikan aspek etik dan aspek hukum sehingga tercapai komunikasi yang efektif dalam hubungan Dokter-Pasien

0 komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Kenalkan namaku Yoga, Tinggal di Semarang. Hanya Orang sederhana yang memiliki sejuta harapan.. Selamat Datang Di Web Saya

Popular Posts